memuat…
Petugas pajak yang memiliki saham di beberapa perusahaan menjadi sorotan. Foto/Ilustrasi/AldhiChandra/MPI
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan ada 134 pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang menjadi pemegang saham di 280 perusahaan. Saat ini, KPK sedang menyelidiki pegawai yang memiliki saham di perusahaan konsultan pajak.
“Yang kita cari adalah konsultan pajak, karena pasti ada kaitannya. Mungkin sudah ada dua,” kata Deputi Bidang Pencegahan dan Pemantauan KPK Pahala Nainggolan di Jakarta, dikutip Jumat (10/3/2023).
Pasalnya, kepemilikan saham pegawai pajak di perusahaan konsultan pajak memiliki risiko konflik kepentingan. Belum lagi 280 perusahaan yang setelah terdeteksi KPK merupakan perusahaan yang tidak tercatat di bursa.
Pertanyaannya, apakah secara hukum seorang petugas pajak dalam hal ini sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) diperbolehkan untuk membeli dan menahan atau memiliki saham?
Kepemilikan saham oleh PNS pada dasarnya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Aparatur Sipil Negara. Dalam peraturan ini sebenarnya tidak ada aturan yang mengatur bahwa pegawai negeri dilarang memiliki saham perusahaan tertentu.
Jika dicermati lebih dalam, Pasal 4 ayat (5) menyatakan bahwa setiap penyelenggara negara dilarang memiliki, menjual, membeli, menjaminkan, menyewakan, atau meminjamkan surat berharga milik negara secara melawan hukum.
Aturan tersebut menegaskan bahwa PNS hanya dilarang memiliki/menjual saham atau aset yang dimiliki pemerintah secara tidak sah sejak awal. Jadi, tidak ada larangan bagi mereka untuk memiliki surat berharga/saham apapun.
Sedangkan Pasal 11 sampai dengan 13 mengatur bahwa PNS akan dikenakan sanksi disiplin ringan sampai dengan berat apabila terbukti menggunakan barang milik negara secara tidak sah yang berdampak negatif terhadap satuan kerja, instansi terkait atau negara.
Pasal 13 ayat (5) sendiri berbunyi, “Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 5, apabila pelanggaran tersebut berdampak pada negatif. pada pemerintah dan/atau negara.”