Memuat…
Meski proyeksi kinerja produsen nikel tidak terlalu menggembirakan tahun ini, ada dua perusahaan yang berkomitmen untuk terus mendukung program hilirisasi nikel di Tanah Air. Ilustrasi foto/MPI/Aldhi Chandra
JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan Indonesia tidak akan menyerah begitu saja setelah kalah dalam gugatan Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tuntutan ini terkait dengan kebijakan RI yang melarang ekspor bijih nikel .
Meski proyeksi kinerja produsen nikel tidak terlalu menggembirakan tahun ini, ada dua perusahaan yang berkomitmen untuk terus mendukung program hilirisasi nikel di Tanah Air.
Yang pertama adalah PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang memiliki program investasi untuk mendukung hilirisasi nikel di Indonesia senilai Rp 130 triliun dengan energi bersih dan berpotensi menyerap 30.000 tenaga kerja di Sulawesi.
Komitmen hilirisasi INCO akan terus berlanjut di masa mendatang dengan alokasi investasi yang cukup besar. Rencana investasi dan kinerja perseroan akan tetap fokus pada pengembangan nilai tambah nikel di dalam negeri.
Sementara itu, emiten pelat merah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam menilai langkah hukum Uni Eropa di WTO tidak akan menghalangi perkembangan proyek baterai kendaraan listrik nasional.
Bahkan, perseroan akan lebih intensif berinvestasi di proyek hilir nikel. Dalam 12 bulan ke depan, sejumlah analis memperkirakan akan ada beberapa sentimen yang mewarnai harga komoditas tambang ini. Salah satunya adalah potensi perlambatan ekonomi yang akan mempengaruhi permintaan komoditas.
Baca juga: RI Digugat Eropa karena Nikel dan Kalah di WTO, Jokowi: Nanti Ada Putaran Kedua
Sebagai informasi, nikel banyak digunakan sebagai bahan pembuatan stainless steel. Jika ekonomi melambat, permintaan bahan baku untuk industri manufaktur juga akan berkurang. Kebijakan shutdown di China dan kebijakan kenaikan suku bunga juga akan mempengaruhi harga komoditas logam ini.
Dari sisi pasokan, industri nikel Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh di masa mendatang karena pemerintah mentargetkan 30 smelter nikel yang beroperasi pada tahun 2024.
Kapasitas produksi nikel diproyeksikan meningkat dalam 2-3 tahun ke depan dan menjadi salah satu pemberat harga nikel seiring melimpahnya pasokan.