memuat…
IHT meminta DPR tidak menyamakan tembakau dengan narkotika. Foto/Dok
JAKARTA – Seluruh Federasi Serikat Pekerja Tembakau, Makanan dan Minuman Indonesia (FSP RTMM-SPSI), melakukan audisi dengan Komisi IX DPR, Rabu (14/6/2023) lalu. Ada tiga tuntutan yang mereka ajukan terkait pasal tembakau di RUU Kesehatan.
Ketua Pengurus Pusat FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS mengatakan, pihaknya menyampaikan beberapa keprihatinan atas pasal-pasal tembakau yang mengancam penghidupan para pekerja di industri tembakau (IHT). Sebab, tembakau yang merupakan produk legal akan disamakan dengan narkotika dan psikotropika yang berstatus ilegal, serta minuman beralkohol yang produknya diawasi secara ketat.
Selain itu, ditengarai adanya potensi sentralisasi kewenangan pengaturan industri rokok oleh Kementerian Kesehatan melalui kewenangan pengawasan standar kemasan.
Kedua isu ini diperkirakan akan memicu regulasi yang lebih ketat dan akan mengalahkan industri hasil tembakau. Padahal, dengan aturan yang ada saat ini, situasi IHT yang menyerap jutaan tenaga kerja tidak berjalan mulus, bahkan stagnan.
“Kalau boleh kami laporkan, IHT sangat tertekan dan merosot. Dalam kurun waktu 12 tahun, lebih dari 80.000 anggota kami kehilangan pekerjaan. RUU ini berpotensi membunuh IHT yang merupakan mata pencaharian anggota kami yang bekerja,” ujar Sudarto dalam keterangannya, Jumat (16/6/2023).
Lebih lanjut, jelas Sudarto, mayoritas anggota FSP RTMM-SPSI yang merupakan pegawai IHT merupakan tulang punggung keluarga. Oleh karena itu, jika IHT terus digempur dengan aturan yang tidak berpihak pada buruh, mayoritas buruh perempuan akan kehilangan mata pencaharian.
“Mereka umumnya berpendidikan terbatas, dan bisa diserap oleh IHT. Di daerah, industri ini berperan dalam menggerakkan perekonomian daerah. Bekerja di IHT merupakan kebanggaan tersendiri karena merupakan sumber penghasilan yang halal dan legal,” imbuhnya.
Jika dilihat secara lebih luas, sektor IHT merupakan salah satu penyumbang utama pendapatan nasional melalui pajak. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bahkan menargetkan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) lebih dari Rp 13 triliun tahun ini. Target CHT pada 2023 dipatok Rp 232 triliun, sedangkan realisasi pendapatan CHT tahun lalu mencapai Rp 218,62 triliun.
“Kita sama-sama tahu bahwa produk tembakau adalah produk legal yang banyak menyumbang pendapatan negara,” kata Sudarto.